
3 Sistem Pemerintahan Indonesia Yang Mungkin Belum Banyak Diketahui
Sejak mencapai kemerdekaan terhadap tahun 1945, Indonesia sudah mengalami sebagian pergantian di dalam proses pemerintahannya. Setiap pergantian ini diambil untuk menyesuaikan dengan kondisi politik dan kebutuhan negara terhadap selagi itu.
Secara umum, ada tiga proses pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia:
- Sistem Parlementer
- Sistem Presidensial
- Sistem Semi-Presidensial
Artikel ini bakal mengkaji perbedaan mendasar antara ketiga proses selanjutnya serta bagaimana mereka merubah jalannya sistem pemerintahan Indonesia.
Sistem Parlementer
Sistem parlementer adalah tidak benar satu proses pemerintahan yang pertama kali diterapkan di Indonesia, terutama terhadap masa pasca kemerdekaan (1945-1950) dan masa Demokrasi Liberal (1950-1959). Dalam proses ini, kekuasaan eksekutif dan legislatif saling terkait erat, di mana pemerintah (kabinet) dibentuk oleh parlemen.
Ciri-ciri Utama Sistem Parlementer
Eksekutif Bertanggung Jawab kepada Parlemen
Perdana Menteri yang memimpin pemerintahan bertanggung jawab langsung kepada parlemen. Jika kabinet kehilangan perlindungan berasal dari mayoritas parlemen, mereka wajib mundur atau digantikan.
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Terpisah
Presiden atau Raja (sebagai kepala negara) punyai peran seremonial, tetapi kepala pemerintahan ditunaikan oleh Perdana Menteri yang dipilih oleh parlemen.
Pemerintahan yang Lebih Fleksibel
Karena adanya pengecekan berasal dari parlemen, pemerintah dapat dibubarkan kalau terjadi krisis politik atau ketidakpercayaan berasal dari parlemen.
Contoh di Indonesia
Pada periode 1945-1959, Indonesia menerapkan proses parlementer. Namun, proses ini kerap kali dihadapkan terhadap instabilitas tommy’s subs politik sebab kerap terjadinya pergantian kabinet dan lemahnya perlindungan koalisi.
Sistem Presidensial
Sistem presidensial merasa diterapkan di Indonesia sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dimana Presiden Soekarno mengembalikan UUD 1945 sebagai konstitusi negara, dan Indonesia formal beralih ke proses presidensial. Dalam proses ini, terkandung pembelahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Ciri-ciri Utama Sistem Presidensial
Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Presiden punyai kekuasaan penuh di dalam menggerakkan roda pemerintahan dan sekaligus berperan sebagai kepala negara. Ia bertanggung jawab atas kebijakan negara dan tidak bergantung langsung terhadap perlindungan berasal dari parlemen.
Pemilihan Presiden Secara Langsung
Presiden dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang terjadi tiap-tiap lima tahun, menambahkan legitimasi langsung berasal dari rakyat.
Pemisahan Kekuasaan yang Jelas
Kekuasaan eksekutif (presiden), legislatif (DPR), dan yudikatif (MA) berada terhadap institusi yang terpisah, dengan manfaat dan kewenangan masing-masing. DPR berguna sebagai pengawas terhadap kebijakan eksekutif tanpa dapat menjatuhkan presiden.
Masa Jabatan Tetap
Presiden menjabat untuk jangka selagi khusus (lima tahun) dan tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen kalau melalui proses impeachment atas pelanggaran hukum berat.
Contoh di Indonesia
Sistem presidensial tetap digunakan di Indonesia hingga selagi ini, di mana presiden dipilih langsung oleh rakyat. Contoh penerapannya adalah pemilu presiden yang terjadi tiap-tiap lima tahun, seperti yang terjadi terhadap 2014, 2019, dan 2024 mendatang.
Sistem Semi-Presidensial
Sistem semi-presidensial adalah bentuk campuran berasal dari proses parlementer dan presidensial. Dalam proses ini, terkandung jatah kekuasaan antara presiden (sebagai kepala negara) dan perdana menteri (sebagai kepala pemerintahan). Meskipun demikian, presiden senantiasa punyai peran yang vital di dalam pengambilan ketetapan politik.
Ciri-ciri Utama Sistem Semi-Presidensial
Dualisme Kekuasaan Eksekutif
Dalam proses ini, terkandung dua pusat kekuasaan eksekutif, yakni presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Kedua posisi ini membagi kekuasaan di dalam menggerakkan manfaat eksekutif.
Presiden Memiliki Wewenang yang Kuat
Meskipun ada perdana menteri yang bertanggung jawab menggerakkan pemerintahan sehari-hari, presiden senantiasa punyai efek besar di dalam kebijakan luar negeri, pertahanan, dan urusan keamanan nasional.
Perdana Menteri Dipilih oleh Parlemen
Perdana Menteri bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat diganti melalui mosi tidak percaya kalau tidak mendapat perlindungan mayoritas.
Contoh di Indonesia
Meskipun Indonesia tidak secara formal menerapkan proses semi-presidensial, terhadap masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno (1959-1966), proses semi-presidensial secara de facto sempat berlaku. Soekarno memegang kendali kuat sebagai presiden sekaligus kepala pemerintahan, dengan perlindungan parlemen yang lemah dan tunduk terhadap kekuasaan eksekutif.
Perbedaan Utama antara Ketiga Sistem
Kepala Pemerintahan
Di proses parlementer, kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri, selagi di proses presidensial, presiden memegang jabatan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam semi-presidensial, kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri, namun presiden senantiasa punyai wewenang eksekutif yang kuat.
Hubungan Eksekutif-Legislatif
Dalam proses parlementer, eksekutif terlampau bergantung terhadap perlindungan parlemen, selagi di proses presidensial, eksekutif (presiden) berdiri berdiri sendiri berasal dari parlemen. Dalam proses semi-presidensial, meski ada dualisme kekuasaan, presiden senantiasa punyai efek besar.
Stabilitas Pemerintahan
Sistem presidensial cenderung lebih stabil sebab presiden punyai masa jabatan tetap, selagi di dalam proses parlementer, pemerintah dapat jatuh kapan saja kalau tidak mendapat perlindungan berasal dari parlemen.
Baca Juga : 17 Kewajiban dan 14 Larangan Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Harus Dijalani
Indonesia sudah menerapkan tiga proses pemerintahan yang berbeda, yakni proses parlementer, presidensial, dan semi-presidensial. Setiap proses punyai berlebihan dan kekurangannya masing-masing, bergantung terhadap kondisi politik dan kebutuhan negara selagi itu.
Saat ini, Indonesia mengadopsi proses presidensial yang menambahkan kekuasaan penuh kepada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dengan masa jabatan yang senantiasa serta pembelahan kekuasaan yang tegas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

17 Kewajiban dan 14 Larangan Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Harus Dijalani
PP Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) udah diteken oleh Presiden Joko Widodo. PP Nomor 94 Tahun 2021 itu sebagai pengganti PP Nomor 53 Tahun 2010 yang sesuaikan kewajiban dan larangan bagi PNS.
Tercatat setidaknya ada 17 kewajiban bersama dengan beragam rincian dan detailnya di dalam PP yang diteken Presiden Joko Widodo tersebut. Selain itu, ada lebih tidak cukup 14 larangan bagi PNS yang termasuk termuat di dalam keputusan pemerintah tersebut.
PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo sesudah itu secara resmi mengambil alih keputusan sebelumnya, yaitu PP Nomor 53 Tahun 2010, dikutip Tribun Jogja berasal dari berasal dari keterangan pada laman resmi Sekretariat Negara, Selasa (14/9/2021) melalui laman berbagai sumber.
Berdasarkan PP Nomor 94, diatur sejumlah kewajiban dan hal-hal yang tidak boleh dijalankan oleh para PNS.
Pada pasal 3 PP sesudah itu merinci kewajiban apa saja yang mesti dijalankan PNS, yakni:
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah.
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang.
4. Menaati keputusan keputusan perundang-undangan.
5. Melaksanakan tugas kedinasan bersama dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab.
6. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada tiap tiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya mampu memberikan rahasia jabatan cocok bersama dengan keputusan keputusan perundang-undangan.
8. Bersedia di tempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, pada pasal 4 sesuaikan sejumlah kewajiban lain untuk PNS, yaitu:
1. Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji PNS.
2. Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji jabatan.
3. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan atau golongan.
4. Melaporkan bersama dengan langsung kepada atasannya kecuali jelas ada perihal yang mampu membahayakan keamanan negara atau merugikan keuangan negara.
5. Melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang cocok bersama dengan keputusan keputusan perundang-undangan.
6. Masuk Kerja dan menaati keputusan jam kerja.
7. Menggunakan dan pelihara barang mempunyai negara bersama dengan sebaik-baiknya;
8. Memberikan peluang kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi.
9. Menolak segala wujud pertolongan yang mengenai bersama dengan tugas dan faedah kecuali penghasilan cocok bersama dengan keputusan keputusan perundang-undangan.
Larangan bagi PNS
Sementara sejumlah larangan bagi para PNS menurut PP Nomor 49 Tahun 2021 yakni:
1. Menyalahgunakan wewenang.
2. Menjadi perantara untuk raih keuntungan tertentu dan/atau orang lain https://www.homepws.com/ bersama dengan gunakan kewenangan orang lain yang diakui terjadi konflik kepentingan bersama dengan jabatan.
3. Menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain.
4. Bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa izin atau tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
5. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya penduduk asing kecuali ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
6. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat mempunyai nilai mempunyai negara secara tidak sah.
7. Melakukan pungutan diluar ketentuan.
8. Melakukan kesibukan yang merugikan negara.
9. Bertindak sewenang-wenang pada bawahan
10. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan.
11. Menerima hadiah yang mengenai bersama dengan jabatan dan/atau pekerjaan;
12. Meminta suatu perihal yang mengenai bersama dengan jabatan.
13. Melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang mampu membawa pengaruh kerugian bagi yang dilayani.
14. Memberikan pertolongan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon bagian Dewan Perwakilan Rakyat, calon bagian Dewan Perwakilan Daerah, atau calon bagian Dewan Perwakilan Rakat Daerah bersama dengan cara:
– Ikut kampanye.
– Menjadi peserta kampanye bersama dengan gunakan atribut partai atau atribut PNS.
– Sebagai peserta kampanye bersama dengan mengerahkan PNS lain.
– Sebagai peserta kampanye bersama dengan gunakan sarana negara.
– Membuat keputusan dan/atau tindakan yang untungkan atau merugikan tidak benar satu pasangan calon sebelum, selama, dan sehabis era kampanye.
– Mengadakan kesibukan yang mengarah kepada keberpihakan pada pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sehabis era kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pertolongan barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, bagian keluarga, dan penduduk dan/atau
– Memberikan surat pertolongan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.